Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates

Iklan

Perlindungan Terhadap guru Begitu Lemah, Tulisan Sedih Netizen : Penjarakan Saja Semua Guru

Ikbal Kabiro Tanggamus Veri Kabiro Pringsewu
Jumat, 05 Desember 2025
Last Updated 2025-12-05T11:43:29Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
BUTUH BANTUAN HUKUM ?

Lampung - Satudetik Asia.Com.Akhirnya Pak Guru Mansur divonis juga.
5 Tahun Penjara, Ini hukum dunia ucap Andre Darmawan Kuasa hukum Pak Guru Mansur.
Tok !!!.Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan memaksa anak untuk melakukan perbuatan cabul”, begitu kata Hakim membacakan vonis.Satu orang lagi guru akan masuk Penjara, Jumat 5/12/2025  
Kronologis bermula pada suatu hari di bulan Januari 2025 di salah satu SD di Kendari.
Pak Guru Mansur menempelkan telapak tangannya di jidat seorang siswinya yang duduk di kelas 4, untuk mengecek apakah siswi itu demam atau tidak.

Lalu, Menurut keterangan dari Ayah Korban (SM), sesampai di rumah, si anak bercerita kepadanya.

“Anakku bilang, guruku ini sayang sekali sama dia. Saya kaget sebagai orang tua. Sayangnya seperti apa, Dia bilang sering dikasih uang, sering dipegang, dipeluk. Beda sekali dengan kasih sayang guru biasanya, sudah terlalu berlebihan.

SM si Ayah korban naik pitam mendengar cerita anaknya. Lantas ia datang ke sekolah untuk mencari Pak Mansur. 
Apa yang terjadi kemudian, ya seperti video yang beredar waktu itu. Ayah Korban itu menyerang Pak Mansur. Memaki, memukul, menend4ng dan lain-lain. Dia memperlakukan guru dari anaknya itu sebagai seorang maling yang kedapatan mencuri. 

Lalu tak sampai disitu, ia pun melaporkan Pak Mansur ke polisi. Hingga proses hukum berjalan. Dan ujungnya, pada 1 Desember 2025 kemarin. Hakim resmi menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap Pak Mansur. 

Sungguh Miris tapi nyata. 

Ternyata demikian besarnya ancaman yang menaungi profesi guru di zaman sekarang. 

Guru-guru kini bergerak dalam bayang-bayang ketakutan. Mereka berdiri di antara tuntutan mendidik, mendisiplinkan, dan mengayomi, serta ancaman pidana yang bisa datang kapan saja, dari mana saja.

Hanya sentuhan dahi, tapi di tangan yang salah, dalam interpretasi yang keliru, dan di mata oknum orang tua yang terlanjur emosi, ia bisa menjelma menjadi dalil tindak pidana serius.

Fenomena yang paling menyakitkan dari kasus Pak Mansur adalah tindak main hakim sendiri. Ia tidak hanya diperkarakan, tetapi kabarnya bahkan dikeroyok di sekolah.

Mengapa hal-hal seperti ini bisa sering terjadi?

Jawabannya mungkin pahit untuk ditelan: 
“rendahnya SDM dan literasi sebagian oknum wali murid.”

Ketika laporan dari anak yang bisa saja merupakan interpretasi subjektif, salah paham, atau bahkan kebohongan polos, sampai ke telinga orang tua, reaksi yang muncul sering kali adalah ledakan emosi instan. Informasi yang didapat tidak diolah, tidak diklarifikasi, dan tidak dicarikan jalan tengah yang lebih beradab.

Mereka melewatkan tahapan penting seperti:
(1) Tabayyun (klarifikasi) langsung kepada guru atau kepala sekolah, (2) Mediasi dengan melibatkan komite sekolah, dan (3) Memilih jalur kekeluargaan yang mengedepankan solusi edukatif.

Sebaliknya, opsi yang dipilih adalah yang paling mudah dan emosional: Polisi, media sosial, dan main tangan.

Pendek akal sekali, Sekarang Coba bayangkan.

Jika sentuhan lembut di dahi, teguran keras di lapangan, atau bahkan cubitan kecil yang mendidik bisa berujung pada vonis lima tahun penjara, lalu siapa yang berani lagi menjadi guru?

Jadi dengan sikap seperti ini, sebenarnya Kita sedang menciptakan generasi guru yang takut berinteraksi. Guru yang akan mengajar sebatas jam kerja, tanpa ada lagi inisiatif mendidik di luar kurikulum. Guru yang akan membiarkan saja muridnya berbuat salah, karena satu teguran bisa berarti mereka harus berurusan dengan pasal pidana.

Jika tren pemidanaan ini tidak dihentikan dan literasi wali murid tidak ditingkatkan, mari kita selesaikan saja drama ini dengan cara : "PENJARAKAN SAJA SEMUA GURU!

Dengan begitu, orang tua bisa puas. Mereka bisa menjadi guru bagi anak-anak mereka sendiri di rumah. Toh, pada akhirnya, guru-guru yang berdedikasi ini hanya akan menjadi tumbal dari kelemahan sistem perlindungan profesi dan ledakan emosi orang tua yang gagal beradab.

Sungguh, ini adalah tragedi bagi masa depan pendidikan bangsa. Kita tidak sedang memenjarakan satu orang guru, tapi sedang memenjarakan cita-cita pendidikan itu sendiri.

 Ikbal ( Kabiro Tanggamus Satu Detik.asia )
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Iklan