www.1detik.asia|Kediri – Hari Jumat, 1 Agustus 2025, menjadi hari yang tidak terlupakan bagi Bank Daerah Kabupaten Kediri. Ratusan massa mulai dari LSM Gerak, LSM Gemah, LSM Lentera Garda Nusa, dan media se-Kediri Raya berkumpul di depan kantor bank tersebut, menuntut keadilan untuk ZNE seorang guru yang menjadi korban penagihan utang yang sangat tidak profesional.
Menurut kronologi yang diungkapkan oleh korban, debt collector bank tersebut melakukan penagihan utang kepada nasabahnya di depan umum, tepatnya di sekolah tempat korban mengajar, di mana para murid, wali murid, dan rekan kerja korban menyaksikan langsung kejadian tersebut. Yang lebih memalukan, ketika korban mengaku tidak bisa membayar utang secara penuh dari angsuran sebesar Rp.6.700.000,- masih diberikan Rp.2.700.000,- dan disampaikan oleh korban bahwa kekurangannya akan diberikan di akhir bulan, debt collector malah meminta korban untuk menjaminkan sepeda motornya, padahal seharusnya sertifikat yang dijadikan agunan. Tindakan ini jelas-jelas melanggar prosedur dan etika penagihan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh lembaga keuangan.
“Saya diminta untuk mencarikan jaminan ketika kurang bayar, karena tidak ada, terus akhirnya saya disarankan untuk meminjam kendaraan sebagai jaminan. Setelah mendapat pinjaman motor, saya disuruh untuk mengantar sendiri kendaraan tersebut ke kantor mereka,” terang ZNE, korban Debt Collector Bank Daerah Kabupaten Kediri ketika diwawancarai.
”Tidak ada pilihan, saya akhirnya mengantarkan motor yang saya pinjam. Dan ketika sudah sampai, saya tidak pernah diberikan tanda terima,” sambungnya.
Aksi demo yang dimulai pukul 09.35 hingga 11.10 WIB. ini diwarnai dengan suara keras dari sound system dan asap tebal dari ban yang dibakar, menciptakan suasana yang panas dan penuh emosi.
Tuntutan massa yang tergabung dalam LSM Gerak sangat jelas: pertama, pemulihan nama baik korban melalui permohonan maaf secara terbuka; kedua, menjalankan proses hukum secara objektif, profesional, transparan, dan akuntabel; dan ketiga, ganti rugi atas kerugian materiil dan dampak sosial yang dialami korban.
Saat unjuk rasa berjalan, perwakilan massa diminta oleh pihak Bank Daerah Kabupaten Kediri untuk masuk dan bermediasi atas kasus tersebut. Namun, hasil mediasi dengan pihak bank sama sekali tidak menggembirakan. Pihak bank mengklaim telah melakukan penagihan sesuai prosedur, tetapi ketika dihadapkan pada kronologi yang jelas, mereka memilih untuk tidak menjawab dan tidak menyampaikan permohonan maaf atas tindakan mereka.
Menurut seorang praktisi hukum, Mohammad Karim Amrulloh mengatakan tindakan bank terhadap nasabahnya ini patut dipertanyakan.
”Debt collector yang melakukan penagihan di tempat umum seperti sekolah, di mana korban bekerja, jelas melanggar hak-hak nasabah dan berpotensi merusak reputasi serta martabat korban di mata publik,” jelas Karim.
”Selain itu, permintaan jaminan yang tidak sesuai dengan perjanjian awal (sertifikat diganti dengan sepeda motor) bisa dikategorikan sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur dan etika penagihan yang berlaku. Ini membuka peluang bagi nasabah untuk menuntut ganti rugi dan pemulihan nama baik,” tambahnya.
Demo yang berlangsung damai ini, di mana aparat kepolisian turut serta mengamankan jalannya aksi, menunjukkan bahwa masyarakat tidak tinggal diam terhadap tindakan sewenang-wenang lembaga keuangan. Tuntutan yang jelas dan aksi yang terorganisir oleh LSM Gerak patut menjadi perhatian serius bagi Bank Daerah Kabupaten Kediri dan lembaga keuangan lainnya untuk lebih profesional dan etis dalam menjalankan tugasnya.
Apakah kasus ini akan menjadi pelajaran bagi lembaga keuangan lainnya? Yang jelas, suara rakyat tidak akan pernah diam. Dan kita tunggu saja respons nyata dari Bank Daerah Kabupaten Kediri atas tuntutan yang dilayangkan. Apakah permohonan maaf dan ganti rugi akan segera menyusul? Kita lihat saja.
(di/pur)