JAKARTA - 1detik.asia Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran mengatakan kondisi industri perhotelan belakangan tengah mengalami tekanan imbas efisiensi anggaran yang dilakukan Pemerintah.
1.Pendapatan Hotel
Sekjen PHRI Maulana Yusran menjelaskan pendapatan hotel sendiri sekitar 40-60% bersumber dari belanja Pemerintah. Bahkan, porsi tersebut bisa lebih besar terutama di luar pulau Jawa atau di daerah yang tidak mengandalkan pariwisata seperti di Bali.
Yusran mengatakan,"Sebenarnya memang yang terjadi itu kegiatan pemerintah menjadi dominasi revenue -nya di hotel, jadi kalau bisa saya katakan sekitar 40%-60% kontribusinya terhadap revenue dari hotel," saat dihubungi awak media pada, Kamis (29/5/2025).
Bukan soal industri hotel mengandalkan atau mengejar pasar pemerintah. Tapi justru Pemerintah yang awalnya mendorong industri perhotelan untuk meningkatkan investasinya di sektor pariwisata,kata Yusran.
Ia mengatakan,"Sebenarnya hotel itu bukan mau mengejar pasar pemerintah, tapi pemerintah yang meminta untuk para pelaku usaha mengikuti program mereka.
Seperti diketahui, pada periode Bapak Presiden ke- 7 Joko Widodo (Jokowi) pemerintah berkomitmen mendorong sektor pariwisata di Indonesia dengan harapan meningkatkan wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia dan mampu menambah devisa negara. Cita-cita tersebut kemudian diteruskan dengan mencetuskan program '10 Bali Baru'.
Pembangunan atau revitalisasi masif setidaknya untuk 10 destinasi pariwisata, diantaranya Danau Toba (Sumatera Utara), Borobudur (Jawa Tengah), Mandalika (Lombok, NTB), Labuan Bajo (NTT), Tanjung Kelayang (Bangka Belitung), Waduk Sermo (Yogyakarta), Likupang (Sulawesi Utara), Pulau Morotai (Maluku Utara), Wakatobi (Sultra), dan Raja Ampat (Papua Barat).
2.Penyediaan Peningkatan Infrastruktur
Pemerintah memberikan dukungan dari sisi penyediaan peningkatan infrastruktur, sedangkan penyediaan kelengkapan akomodasi seperti hotel meminta dukungan dari para pelaku usaha.
Maulana Yusran mengatakan,"Contohnya pada saat periode lalu, Pemerintah membangun destinasi pariwisata super prioritas, sebutlah mandalika, dan sebagainya. Saat itu pihak penyelenggara mengatakan bahwa jumlah akomodasi kurang. Kita diundang untuk mendorong pertumbuhan investasi di sana.
Ia mengatakan,"Masih ingat tidak masalah di IKN, didorong untuk membangun hotel di sana, apa yang terjadi di IKN? hotel bintang 5 itu siapa yang tempati? Papua, pelaksanaan PON saat itu juga sama, bahwa dibangun prasarana olahraga, dan didorong untuk mengembangkan fasilitas akomodasi, tapi setelah PON, apa yang terjadi?
Yusran menyayangkan program-program pemerintah yang sebetulnya baik untuk memajukan perekonomian negara contohnya mendorong sektor pariwisata, justru bisa berjalan berkelanjutan. Ketika ganti Pemerintahan, maka praktis punya program sendiri-sendiri atau menyampingkan program yang tengah berjalan sebelumnya.
Jadi jangan mengatakan bahwa kenapa hotel mengejar pasar pemerintah, ya karena kita pelaku usaha didorong untuk mengikuti program pemerintah, masa pemerintah punya program kita tidak dukung.
Cuman permasalahannya, yang terjadi, bahwa program pemerintah itu kan terlihat tidak dilakukan secara berkelanjutan," imbuhnya.
3.Dampak PHK
Lebih jauh, Maulana Yusran bicara dampak yang akan timbul jika kondisi demikian terus berlanjut. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sudah berada di depan mata atau bahkan sudah berlangsung di industri perhotelan. Tutupnya 2 hotel di Bogor pada Maret lalu menjadi sinyal buruk bagi industri perhotelan.
Berbagai daerah sudah menyampaikan bahwa banyak hotel yang sudah tidak menyerap lagi tenaga daily worker. Karena hotel kan sifatnya musiman, kadang musim ramai kadang sepi. Karena musim ramai sulit ditemukan, sudah pasti daily worker tidak terserap. Kalau kondisi ini diperpanjang, akan juga terjadinya yang namanya PHK," Imbuhnya.