Pasca Ambruknya Groundsill di Bantul,Penambang Pasir Mengeluh Tidak Punya Penghasilan
Bantul,DIY,1detik.asia
--Kelompok Penambang Progo (KPP) mendesak pemerintah untuk mempermudah proses pemberian izin penambangan rakyat (IPR). Permohonan ini muncul setelah adanya larangan penambangan yang membuat banyak anggota KPP menganggur dan tidak punya penghasilan, menyusul pernyataan Menteri Pekerjaan Umum (PU) yang meminta penertiban tambang pasir di Sungai Progo.
"Anggota KPP yang mempunyai IPR resmi ada 32 izin, itu keluar tahun 2019 dan 2020. Namun, karena IPR hanya berlaku selama lima tahun, Februari lalu IPR kami sudah mati. Teman-teman tidak mau memperpanjang karena rekomendasi teknis penggunaan pompa mekanik dihapus," ungkap Ketua KPP, Yunianto, kepada awak media di Sedayu, Bantul, Kamis (13/3/2025).
Yunianto menjelaskan bahwa saat ini penambangan hanya diperbolehkan secara manual atau menggunakan alat tradisional. Dia menganggap metode tersebut sangat sulit untuk diterapkan.
"Kami harus menambang pasir secara manual pakai serok dan pacul. Menurut kami, penambangan pasir secara manual tidak manusiawi," tambahnya.
Pasca ambruknya groundsill di Srandakan, Bantul, yang diakibatkan oleh masifnya penambangan pasir, Yunianto menyatakan bahwa semua penambang kini menganggur akibat arahan dari Menteri PU.Apalagi ini mendekati Lebaran,kalau masyarakat tak bisa mulai menambang kasihan di Lebaran nanti tidak punya uang.
"Kita mulai off (berhenti) sejak satu hari setelah ada statemen Menteri PU, padahal ini mau Lebaran," jelasnya. KPP menuntut Pemerintah Daerah (Pemda) DIY untuk mempermudah pemberian IPR dan mengembalikan rekomendasi teknis penggunaan alat mekanik.
Jika permintaan ini tidak dipenuhi, mereka berencana untuk menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kalau pemerintah provinsi tidak mengabulkan permintaan rekomtek alat mekanik dalam IPR, kita akan gerudug kantor Gubernur DIY. Kita mau membuktikan apakah takhta untuk rakyat itu masih ada," tegas Yunianto.
Reporter(Ragil)