BINJAI, 1detik.asia –
Di tengah hiruk-pikuk modernitas dan transaksi finansial yang kian semakin kompleks, sebuah praktik keagamaan yang luhur dan berdampak panjang sering kali luput dari perhatian kita yaitu wakaf. Mahasiswa Institut Syekh Abdul Halim Hasan Binjai telah melaksanakan magang di Kantor Urusan Agama (KUA) Binjai Timur, dimana mahasiswa diajak untuk lebih mengenal dan mempelajari apa itu wakaf dan seberapa penting wakaf. Program magang yang berlangsung, mulai dari 7 Juli hingga 21 Juli 2025, memberikan kesempatan bagi para mahasiswa untuk terlibat langsung dalam berbagai aktivitas di lingkungan Kantor Urusan Agama (KUA). Selama magang di berlangsungkan mahasiswa Institut Syekh Abdul Halim Hasan Binjai mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan yang diberikan oleh pegawai yang ada di KUA Binjai Timur. Salah satunya adalah pembelajaran mengenai wakaf, yang mana wakaf, atau pemberian harta benda untuk kepentingan umat secara berkelanjutan, bukanlah sekadar donasi biasa. Wakaf adalah jembatan spiritual yang menghubungkan seorang hamba dengan pahala abadi, bahkan setelah Ia tiada. Dan yang mungkin mengejutkan bagi banyak orang, gerbang menuju keabadian ini terbuka lebar di tempat yang sangat dekat dengan kita: Kantor Urusan Agama (KUA).
Membayangkan KUA, sebagian besar masyarakat mungkin hanya terpikirkan akad nikah, perceraian, atau legalisasi dokumen pernikahan. Namun, di balik seremonial ijab kabul dan berkas-berkas administratif, KUA juga memegang peranan krusial sebagai simpul vital dalam ekosistem perwakafan di Indonesia. Melalui KUA, proses pendaftaran, pencatatan, hingga pengawasan aset wakaf bisa dilakukan dengan legal, aman, dan terjamin.
Mengapa Wakaf di KUA Begitu Penting?
Seorang Nadzir (pengelola wakaf) yang profesional dan berpengalaman, Bapak Ahmad Hermansyah Matondang menjelaskan bahwa peran KUA dalam perwakafan sangat strategis. “Wakaf itu butuh kepastian hukum. Tanpa pencatatan yang sah, status tanah atau aset wakaf bisa menjadi tidak jelas di kemudian hari. Selain itu wakaf memiliki unsur wakif, dimana wakif adalah pihak, baik perorangan, organisasi, maupun badan hukum, yang mewakafkan harta bendanya yang mana wakif melakukan perbuatan wakaf, yaitu menyerahkan atau memisahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan demi kepentingan umum sesuai dengan syariat Islam.” ujarnya.
Di sinilah KUA hadir sebagai garda terdepan. Dengan bantuan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), yang umumnya dijabat oleh Kepala KUA, harta benda yang diwakafkan akan diikat secara hukum.
Hal ini memastikan bahwa aset tersebut tidak bisa dialihkan, dijual, atau diwariskan, sehingga kemanfaatannya benar-benar abadi.
Dokumen Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang diterbitkan di KUA
menjadi bukti sah dan kuat. AIW ini kemudian menjadi dasar bagi Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menerbitkan sertifikat tanah wakaf. Proses ini adalah langkah fundamental yang mengamankan aset wakaf dari potensi sengketa di masa depan. Bukan Sekadar Tanah Kosong. Wakaf di era modern tidak lagi terbatas pada sebidang tanah kosong untuk makam atau masjid.
Saat ini, wakaf telah berkembang menjadi instrumen filantropi yang sangat fleksibel dan inovatif. KUA juga memfasilitasi wakaf benda bergerak, seperti uang tunai, saham, atau bahkan hak kekayaan intelektual. Wakaf uang, misalnya, memungkinkan Nadzir untuk mengelola dana tersebut secara produktif, seperti membangun rumah sakit, sekolah, atau usaha mikro, yang keuntungannya akan terus berputar untuk kemaslahatan umat. Peran KUA di sini adalah memberikan legitimasi awal. Setelah terdaftar di KUA, Nadzir bisa membawa AIW tersebut ke Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk pengelolaan yang lebih profesional dan produktif.
Ini menunjukkan sinergi yang apik antara institusi pemerintah dan lembaga swasta dalam mengoptimalkan potensi wakaf.
Menggugah Kesadaran, Menabung Pahala Jariyah
Sebagai seorang muslim, konsep pahala jariyah (pahala yang terus mengalir) adalah salah satu motivasi terbesar untuk berwakaf. Ketika seseorang mewakafkan hartanya, setiap manfaat yang dihasilkan dari harta tersebut—misalnya, setiap tetes air yang diminum dari sumur wakaf, setiap ilmu yang didapat di sekolah wakaf, atau setiap pasien yang sembuh di rumah sakit wakaf—akan terus menjadi catatan amal kebaikan bagi pewakaf, bahkan jauh setelah ia meninggal dunia.
Lantas, mengapa banyak orang belum berwakaf? Salah satu alasannya adalah kurangnya informasi dan stigma bahwa wakaf harus dalam jumlah besar. Padahal, melalui KUA, proses wakaf kini jauh lebih mudah dan inklusif. Wakaf tidak harus miliaran. Dengan wakaf uang, seseorang bahkan bisa berwakaf mulai dari ratusan ribu rupiah. Kuncinya adalah niat tulus dan kemauan untuk berbagi.
Kini, KUA telah bertransformasi menjadi lebih dari sekadar kantor catatan sipil. Ia adalah gerbang menuju keabadian, tempat di mana setiap rupiah, setiap meter tanah, dan setiap niat baik bisa diabadikan. Sudah saatnya kita menengok kembali praktik mulia ini, mengunjungi KUA, dan bertanya tentang wakaf. Karena melalui langkah kecil ini, kita bisa menabung kebaikan yang tak akan pernah lekang oleh waktu.
(Sigit)