Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates

Iklan

' Pemilih Muda " Harapan Besar Selamatkan Demokrasi

Pemuda Pancasila
Rabu, 24 Januari 2024
Last Updated 2024-01-24T07:41:49Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini



Demokrasi hanya akan sukses bila dijalankan para malaikat. Bila demikian, keberhasilan demokrasi tentunya menuntut persyaratan tinggi yang amat sukar dipenuhi manusia sebab keberhasilan demokrasi membutuhkan ‘kesempurnaan’ sikap dan pengetahuan dari manusia yang melakoninya. Kesempurnaan dimaksud mencakup ketinggian kompetensi dan kemuliaan sikap dalam menghadapi segala antinomi demokrasi.

Realitasnya, demokrasi hampir selalu dihadapkan pada berbagai persoalan seperti rendahnya kompetensi orang yang terlibat, pragmatisme dan kemunafikan elite politiknya, sehingga dapat dipastikan bahwa dalam demokrasi tidak mungkin akan terpilih pemimpin sekaliber malaikat. 

Jangankan selevel, mendekatinya pun barangkali sangat sulit. Lalu, akankah demokrasi mesti dicampakkan dan diganti dengan sistem politik lainnya?

Dalam sejarah politik umat manusia, sistem politik demokrasi hadir sebagai antitesis terhadap sistem lain yang lebih tua. Demokrasi hadir sebagai perlawanan terhadap sistem politik yang penuh dengan penyalahgunaan kekuasaan, tirani, keserakahan, dan pelecehan terhadap harkat dan martabat manusia. 

Sekalipun sistem demokrasi juga tidak sempurna, sejauh ini dapat diyakini bahwa ia memiliki tingkat risiko yang lebih rendah terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan praktik pelecehan terhadap harkat dan martabat manusia.

Atas alasan itu, dengan segala catatan yang dimilikinya, demokrasi masih menjadi pilihan terakhir dari segala alternatif sistem politik yang tersedia. Ketika hari ini demokrasi dihadapkan pada realitas kemunafikan dan pragmatisme, ide untuk menjawab berbagai persoalan tersebut mesti segera ditemukan tanpa harus mengenyampingkan demokrasi.

Di level elite, segala cara dilakukan untuk membangun citra baik, kesan tidak haus kekuasaan, membahagiakan rakyat, dan menebar janji setia pada kepentingan rakyat.

Saat yang sama, segala media yang tersedia dikerahkan untuk membangun citra itu, tidak pandang apakah yang disampaikan sesuai atau tidak dengan kenyataan. 

Lebih jauh, panggung depan tampak begitu ramah, bersahaja, dan sangat cinta NKRI, sedangkan di panggung belakang penuh dengan intrik yang membahayakan demokratis dan negara hukum kita.

Sementara itu, di level rakyat kebanyakan, mereka terbelah. Sebagiannya larut dengan genderang sumbang yang dimainkan para elite. Sebagian lagi terbawa arus pragmatisme sehingga sangat mungkin memilih jalan pintas ‘menjual’ suara kepada siapa yang mau membelinya.

Sebagian lainnya bisa jadi masih akan berusaha menjaga kemurnian suara dengan menjaga sikap kritisnya dalam menentukan pilihan. Sisanya, ada yang bersikap masa bodoh, kecewa, dan mungkin memilih golput dalam pemungutan suara nanti.

Dalam konteks kebutuhan demokrasi, posisi pemilih yang paling diharapkan ialah mereka yang peduli pemilu dan memilih untuk menjaga kemurnian suaranya dalam bilik suara.

Dalam posisi demikian, kita sesungguhnya punya harapan bahwa untuk Pemilu 2024 akan lebih banyak pemilih rasional sebab mayoritas pemilih untuk Pemilu 2024 ialah pemilih muda (17-40 tahun), yakni berdasarkan DPT yang dirilis KPU, jumlah mereka mencapai 106.358.447 jiwa atau setara dengan 52% pemilih.

Menggantungkan harapan pilihan rasional pada para pemilih muda merupakan keniscayaan karena merekalah sesungguhnya pemilik masa depan Republik ini. 

Dengan kesadaran sebagai pemilik masa depan, pemilih muda idealnya memilih jalan lurus, yang diyakini tidak akan mencelakakan demokrasi kita. 

Setidak-tidaknya pemilih muda diharapkan tidak terjebak pada praktik pembusukan demokrasi yang dilakoni sebagian elite saat ini.

Menilik rekam jejak para elite menjadi pekerjaan yang teramat penting sebelum menentukan pilihan, terutama oleh pemilih muda. Apalagi di tengah kuatnya arus populisme dalam pemilu Indonesia, yakni pemilih cenderung menentukan pilihan berdasarkan keterkenalan, bukan berdasarkan kemampuan dan gagasan yang ditawarkan pasangan calon.

Selain itu, menentukan pilihan dengan kesadaran akan risiko salah pilih juga sangat urgen dibangun. Pemilu 2024 merupakan pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung untuk kelima kalinya setelah reformasi.

Sudah cukup banyak catatan dan pengalaman yang dapat jadi pembelajaran bagi pemilih untuk menentukan presiden dan wakil presiden yang tepat dari tiga pasangan calon yang tersedia. 

Memilih presiden dan wakil presiden saat ini agaknya memang bukan memilih yang paling baik dan paling sempurna, melainkan memilih siapa yang paling sedikit potensi mudaratnya bagi masa depan bangsa dan negara.

Dalam hal ini, pemilih muda merupakan orang yang paling diharapkan sebagai penentu sehingga kelak negeri ini tetap tumbuh dan berkembang sebagai negara hukum demokratis yang akan diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Oleh: A.Senda





iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Iklan