Direktur LBH LIRA Jawa Timur, Alexander Kurniadi, menyampaikan bahwa pihaknya telah mendatangi kepolisian untuk mendorong penerapan pasal berlapis terhadap tersangka. Ia menyoroti Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang saat ini hanya mencantumkan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Menurut Alexander, temuan awal yang dikumpulkan timnya menunjukkan adanya indikasi tindak pidana lain yang seharusnya turut dipertimbangkan penyidik. Indikasi tersebut mencakup dugaan perencanaan, penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian, hingga kemungkinan adanya unsur kekerasan seksual terhadap korban.
“Posisi kami jelas: LIRA berdiri untuk memastikan keadilan substantif bagi korban. Jika fakta dan alat bukti mengarah pada pasal yang lebih berat, maka itu wajib diuji dan dipertimbangkan penyidik,” ujar Alexander kepada awak media.
LSM LIRA juga menekankan pentingnya transparansi hasil autopsi sebagai kunci penguatan konstruksi hukum. Meski menyatakan menghormati proses penyidikan, pihaknya menilai keterbukaan informasi forensik menjadi faktor krusial agar publik memahami dasar penetapan pasal yang digunakan aparat penegak hukum.
Dalam sikapnya, LSM LIRA menyatakan tidak ingin mendahului kesimpulan atau berspekulasi soal motif, termasuk dugaan dendam atau penguasaan harta. Organisasi ini menegaskan perannya sebagai pengawal proses hukum, bukan penggiring opini. “Kami tidak berasumsi. Semua harus diuji secara profesional, transparan, dan akuntabel,” tegas Alexander.
Langkah LSM LIRA ini menandai meningkatnya tekanan publik terhadap aparat penegak hukum agar lebih cermat dan komprehensif dalam menangani perkara pidana yang menyita perhatian masyarakat. Bagi LIRA, penerapan pasal yang tepat bukan sekadar soal berat-ringannya hukuman, melainkan ukuran keseriusan negara dalam menegakkan keadilan bagi korban dan keluarganya.
Redaksi
.png)

