Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates

Iklan

Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Siruaya Utamawan Pimpin Serap Aspirasi JKN di Lampung, 4 Isu Strategis Program JKN Jadi Sorotan

Ikbal Kabiro Tanggamus Veri Kabiro Pringsewu
Jumat, 24 Oktober 2025
Last Updated 2025-10-24T06:01:34Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
BUTUH BANTUAN HUKUM ?



Bandar Lampung


- Satudetik.asia.Com.Empat isu strategis dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi topik pembahasan hangat dalam forum "Serap Aspirasi Stakeholder atas Dinamika Kebijakan Program JKN" yang digelar di Bandar Lampung, Kamis (22/10/2025). Isu tersebut meliputi kesiapan implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), sistem referensi berbasis kompetensi, implementasi Rekam Medis Elektronik (RME) untuk klaim, dan rencana perubahan tarif INA-CBGs menjadi iDRG.



Acara yang diinisiasi oleh Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan ini dihadiri langsung oleh Anggota Dewas Siruaya Utamawan, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Nikodemus Purba, Deputi Direksi Wilayah III BPJS Kesehatan Yudi Bastia, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bandar Lampung Yessy Rahimi, dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dr. Edwin Rusli.


Hadir sebagai peserta, para pimpinan dan perwakilan rumah sakit mitra BPJS Kesehatan, serta perwakilan asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi seperti PERSI, ARSSI, IDI, dan PDGI Provinsi Lampung.



*Menampung "Keluh Kesah" untuk Kebijakan*

Anggota Dewas BPJS Kesehatan, Siruaya Utamawan, membuka dialog dengan menyatakan forum ini dilaksanakan serentak di beberapa wilayah untuk mendapatkan masukan dan masukan baru atas empat isu strategi tersebut.



"Kami harap gunakan kesempatan ini, sampaikan saja keluh kesah, tanpa perlu ragu. Di sini ada Pak Niko (DJSN) yang akan memberikan rekomendasi kepada Presiden terkait penyusunan kebijakan," ujar Siruaya.


Siruaya mengakui adanya beberapa resistensi terkait KRIS, seperti potensi penurunan jumlah tempat tidur (TT) dan penolakan peserta atas konsep kelas tunggal. Ia juga menyoroti RME sebagai keniscayaan digitalisasi, di mana Lampung sudah 100% bridging RS, meski di daerah lain masih menjadi masalah.


Nikodemus Purba dari DJSN menambahkan bahwa saat ini tengah mengusulkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jaminan Kesehatan baru, sehingga aspirasi dari daerah sangat diperlukan.


*Tantangan Implementasi KRIS: Kesiapan RS, Kenyamanan Peserta, dan Mutu Layanan*

Implementasi KRIS menjadi sorotan utama. Ketua PERSI Lampung, dr. Arief Yulizar menyatakan RS pada prinsipnya siap menjalankan standar tersebut. Namun, kendala utamanya diprediksi datang dari peserta. Peserta yang selama ini berada di Kelas 1, yang terbiasa dengan kamar berisi dua tempat tidur (TT), kini harus menerima standar baru KRIS, yaitu satu ruangan berisi maksimal empat tempat tidur. Hal ini menimbulkan penolakan karena dianggap sebagai penurunan kenyamanan.


Kesiapan RS pun dibahas. Direktur RS Airan Raya dr. Zuchrady menyarankan agar KRIS ditinjau kembali, dengan opsi tetap ada perbedaan kelas namun 12 indikator standar wajib dipenuhi. “Biaya memuat 12 indikator itu cukup tinggi. Sementara 80-95% pasien di RS swasta adalah JKN,” ujarnya.


Kekhawatiran juga datang dari perwakilan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Hefrianto, yang takut layanan mutu akan turun. “Jangan sampai regulasi bersantai kami (pekerja) sementara upah masih rendah. Takut mutu layanannya jadi turun,” katanya.


*Tantangan Implementasi Rujukan Berbasis Kompetensi*

Isu referensi berbasis kompetensi akan mencederai sistem layanan terkelola BPJS Kesehatan. dr. Arief Yulizar menyoroti, jika referensi berjenjang dihapus, pasien akan menumpuk di RS dengan kompetensi 'Paripurna', sementara RS 'Dasar' akan mengosongkan pasien.


“Kriteria untuk naik ke Madya sangat sulit, termasuk CT Scan harus 64 irisan. RSUD bisa mengajukan ke negara, swasta sangat sulit. Harapannya kriterianya jangan terlalu berat,” ungkapnya.


Hal ini diperkuat oleh Dinkes Provinsi Lampung yang menyebut SDM dokter spesialis belum merata, masih kekurangan di Bandar Lampung dan sangat kurang di kabupaten seperti Krui.


Ketua IDI Lampung, dr. Aditya menyarankan solusi yang lebih implementasi. "Masalahnya di distribusi. Mungkin bisa dibuat pemetaan antar RS di sini (Bandar Lampung), sehingga bisa saling melengkapi kompetensi dan rujukan lebih lancar," usulnya.


*Tarif iDRG Belum Jelas, RS "Maju Mundur" Berinvestasi*

Rencana perubahan tarif ke iDRG juga menimbulkan keresahan besar karena wilayah tersebut. "Ada simulasi tapi sampai sekarang angkanya belum kelihatan. Bagaimana RS mau mengejar fasilitas (kompetensi Madya), jika belum tahu potensi pendapatannya? RS jadi maju mundur," keluh Ketua PERSI Lampung, dr. Arief Yulizar.


Ketua ARSSI Lampung, dr. Daniel Novian menambahkan, regulator harusnya menyiapkan regulasi yang jelas terlebih dahulu sebelum implementasi. “Kami harus mengajukan ke owner, nanti pasti ditanyai (potensi pendapatannya),” ujar dr. Daniel.


Direktur RS Airan Raya, dr. Zuchrady, berharap tarif minimal tidak turun. "Usul tarif tolong dilihat, mohon minimal jangan turun," pintanya.


*RME, Data Pasien, dan Diskriminasi Biaya TTE*

Terkait RME, meski secara teknis RS di Lampung siap, muncul kekhawatiran lain. dr. Arief Yulizar juga menganalisis aspek hukum kerahasiaan data pribadi pasien.


Sementara itu, dr. Daniel Novian juga menyimpulkan kebijakan biaya TTE yang dibebankan kepada RS swasta. "Kalau pemerintah (Tanda Tangan Elektronik) digratiskan, swasta harus bayar. Ini jadi cost tambahan bagi kami," keluh dr. Daniel.


PDGI Lampung juga menyuarakan ketidakpuasan dokter gigi spesialis di kabupaten dan klaim tarif saat ini yang dirasa sudah tidak sesuai dengan kenaikan biaya bahan.


*Kesimpulan Dewas dan DJSN*

Menangapi berbagai masukan tersebut, Nikodemus Purba dari DJSN menyatakan KRIS adalah amanat UU dan DJSN akan segera membahas kembali besaran iuran. Ia juga meminta uji coba referensi kompetensi minimal 6 bulan.


Siruaya Utamawan menutup diskusi dengan merangkum aspirasi yang diterima. “Kesimpulannya, program yang baik kita dukung,” ujarnya.


Ia menyimpulkan, KRIS menyetujui peserta Serap Aspirasi dengan catatan tidak mengabaikan mutu layanan dan tidak harus menjadi kelas tunggal. Terkait referensi berbasis kompetensi dan iDRG, pendapatan RS minimal tidak boleh lebih rendah dari sekarang.


“Tarif iDRG harapannya dihitung secara komprehensif. Untuk RME, kami setuju, tetapi perlu memperhatikan kerahasiaan data pasien,” pungkas Siruaya.

( Veri )

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Iklan