Toba, 13 Juni 2025 — Polemik terkait eksekusi lahan di areal Sibaja-Baja, Desa Parik, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba, kembali mendapat penegasan dari pihak kuasa hukum Sobo Sirait dkk. Saat ditemui secara tidak sengaja oleh awak media di Hutanta Cafe, di sibola hotang sas balige, Kabupaten Toba, pukul 19.00 WIB, Renti Situmeang, S.H., M.H., memberikan keterangan resmi guna meluruskan berbagai isu simpang siur yang berkembang, khususnya terkait dugaan salah objek eksekusi dan aksi demonstrasi sebagian warga Desa Amborgang.
Dalam penjelasannya, Renti menyebut bahwa proses hukum perkara ini telah berlangsung panjang dan tuntas di semua tingkat peradilan, mulai dari Pengadilan Negeri Balige, hingga Mahkamah Agung Republik Indonesia, termasuk upaya luar biasa Peninjauan Kembali (PK).
"Perkara Nomor 60/Pdt.G/2021/PN.Blg telah diputus di Pengadilan Negeri Balige dan dikuatkan di tingkat banding melalui Putusan Nomor 73/PDT/2022/PT Medan tanggal 28 April 2022. Permohonan kasasi pihak Parman Sirait dkk. juga ditolak oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 88 K/Pdt/2023 tanggal 21 Februari 2023," jelasnya.
Tak berhenti di situ, lanjut Renti, pihak lawan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) tercatat dalam perkara Nomor 934 PK/Pdt/2023 tanggal 31 Oktober 2023, yang kembali ditolak oleh Mahkamah Agung. Dengan demikian, perkara ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht)
"Objek perkara telah diperiksa langsung oleh Majelis Hakim dalam sidang lapangan (Pemeriksaan Setempat/PS). Batas-batas tanah seluas ±25 hektare di areal Sibaja-Baja Desa Parik telah dicocokkan dengan gugatan penggugat. Proses konstatering juga sudah dilaksanakan sebelum eksekusi dilakukan," tegas Renti.
Menanggapi isu dugaan salah objek eksekusi seperti yang disuarakan dalam aksi unjuk rasa sebagian warga Amborgang, Renti memastikan bahwa tudingan tersebut tidak berdasar. Sebab, dalam perkara perlawanan eksekusi yang diajukan pihak Parman Sirait dkk. (Perlawanan Nomor 93/Pdt.Bth/2024/PN Blg), mereka sendiri menunjukkan objek sengketa yang sama dengan lokasi eksekusi, sehingga perlawanan tersebut pun ditolak oleh pengadilan.
"Soal klaim perbedaan batas wilayah antara Desa Parik dan Desa Amborgang, hingga kini belum ada penetapan tapal batas resmi dan jelas dari pemerintah. Namun pokok perkara ini bukan soal batas desa, melainkan soal hak ulayat sah keturunan Raja Nauli mangan Sirait," terangnya.
Ia juga menepis isu penguasaan lahan di luar 25 hektare. Menurutnya, memang benar keturunan Raja Nauli mangan Sirait menguasai lahan lebih dari itu, tetapi objek perkara yang disengketakan dan telah dieksekusi hanyalah seluas ±25 hektare sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan.
"Perlu dipahami bahwa ini bukan tanah milik pribadi melainkan tanah ulayat marga Sirait, warisan leluhur Raja Naulimangan Sirait, yang diwarisi turun-temurun oleh seluruh keturunannya. Jangan dipelintir seolah ini hanya untuk kepentingan segelintir pihak," tegasnya lagi.
Terkait aksi demonstrasi oleh aliansi masyarakat yang berorasi di Polres Toba, Pengadilan Negeri Balige, dan Kantor Bupati Toba, Renti menilai bahwa hal itu sah-sah saja dalam negara demokrasi, selama disampaikan dengan tertib dan tidak melanggar hukum.
"Setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat di muka umum, namun putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dihormati. Jangan sampai aksi-aksi seperti itu menimbulkan disinformasi atau memancing provokasi di tengah masyarakat," pesannya.
Sebagaimana diketahui, sengketa lahan ±25 hektare antara Sobo Sirait dkk. selaku penggugat melawan Parman Sirait dkk. selaku tergugat resmi berakhir dengan dimenangkannya pihak penggugat di semua tingkatan peradilan. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balige dalam Putusan Nomor 60/Pdt.G/2021/PN Blg tanggal 2 Februari 2022 menyatakan bahwa para penggugat adalah ahli waris sah Raja Nauli mangan Sirait.
Eksekusi lahan pada 8 Mei 2025 yang dilaksanakan Pengadilan Negeri Balige pun berjalan lancar dan kondusif, disaksikan langsung oleh aparat TNI, Polri, Satpol PP, serta unsur pemerintah daerah.
Pada saat mediasi pernah juga pihak penggugat menawarkan etikat baiknya akan tetapi tidak ada kesepahaman dan berlanjutlah sidang
Di akhir keterangannya, Renti Situmeang mengimbau semua pihak untuk menjaga kerukunan dan keharmonisan antarwarga.
"Bagaimanapun, orang Batak adalah satu darah, satu hula-hula, satu boru, satu bere. Pada saat mediasi pihak penggugat juga Jangan sampai perbedaan pendapat memecah kebersamaan kita. Hormati proses hukum yang telah selesai," tutupnya.
Editor Rinsan siahaan