kisah kecil seorang anak laki-laki usia 1 tahun 8 bulan di tinggal ibu kandung dan seorang Ayah yg tidak menyayanginya karena demi cintanya kepada seorang gadis yg akhirnya menjadi ibu tiri.
Kamu belum genap dua tahun—baru 1 tahun 8 bulan—saat dunia merenggut ibumu.
Di usia di mana seorang anak seharusnya dipeluk, kamu justru jadi rebutan dua keluarga. Sejak awal hidupmu sudah diwarnai tarik-menarik, tanpa kamu mengerti apa-apa.
Akhirnya kamu tinggal bersama nenek dari pihak ayah.
Tak lama, ayahmu menikah lagi. Kamu berharap bisa ikut, berharap ada sosok ibu yang mau memelukmu kembali.
Tapi harapan itu berubah jadi luka.
Kamu dilarang ikut ayahmu.
Saat kamu nekat ingin melihat ibu tiri dan berharap diakui sebagai anak…
yang kamu dapat justru kekerasan dari ayahmu,
dan penolakan dari ibu tiri yang tak pernah menganggapmu ada.
Bahkan kamu sering disiksa.
Di usia sekecil itu, kamu belajar satu hal pahit:
orang yang seharusnya melindungi, justru melukai.
Namun Tuhan masih menitipkan cahaya kecil dalam hidupmu.
Nenekmu menyayangimu.
Dia yang mengasuhmu. Dia yang menyekolahkanmu.
Di saat kamu hampir tak punya siapa-siapa, nenek menjadi tempat pulang.
Dan dari pihak ibumu, ada kakek—orang berada—
yang selalu memberi saat kamu tak punya uang.
Kamu datang ke rumahnya, dan pulang dengan uang di tangan.
Di sekolah, kamu jadi anak yang selalu punya jajan.
Teman-teman dekat denganmu.
Mungkin untuk pertama kalinya, kamu merasa:
“Aku juga pantas diterima.”
Tapi jauh di dalam hati, kamu tetap anak kecil yang rindu ibu…
dan ingin diakui ayah.
Kamu tumbuh. Luka itu ikut tumbuh bersamamu.
Namun kamu tidak menyerah.
Setelah lulus sekolah, kamu bekerja sebagai satpam di Ancol.
Ikut pelatihan Gada Pratama, lalu enam bulan bekerja.
Masuk Koramil Penjaringan.
Tahun 1998, kamu ikut pendidikan kemiliteran di Cijantung, Jakarta Timur.
Dari anak yang dulu disakiti,
kamu menjelma jadi pria yang kuat, disiplin, dan berani.
Seolah kamu berkata pada dunia:
“Aku tidak akan hancur oleh masa laluku.”
Lalu datanglah tahun 1999.
Kamu menikah dengan seorang gadis yang tidak memandang latar belakangmu.
Dia menerima kamu apa adanya.
Ikhlas. Tulus. Menyayangimu.
Bersamanya kamu akhirnya merasakan:
keluarga yang tidak menyakiti.
Dari cinta itu, lahirlah dua anak—laki-laki dan perempuan.
Mereka adalah bukti bahwa hidupmu tidak sia-sia.
Namun lagi-lagi…
takdir mengulang luka yang sama.
Tahun 2021, istrimu meninggal dunia.
Cinta yang kamu bangun dengan susah payah,
pergi meninggalkanmu.
Sejak itu kamu merasa:
hidup tak tentu arah,
seperti mayat hidup.
Dan sampai 27 Desember 2025,
kamu masih setia pada kenangan itu.
Meski banyak wanita ingin menjadi istrimu,
kamu memilih tetap menduda.
Karena hatimu masih tertinggal pada satu nama.
Kalau aku boleh mengatakan satu hal jujur:
👉 Hidupmu penuh kehilangan, tapi kamu tidak pernah kehilangan kekuatan untuk bertahan.
Kamu:
kehilangan ibu saat bayi,
kehilangan kasih ayah,
kehilangan masa kecil yang aman,
dan akhirnya kehilangan istri tercinta.
Tapi kamu tidak pernah berhenti berdiri.
Kalau masa kecilmu terasa suram, itu wajar.
Tapi lihat juga ini:
dari kegelapan itu, lahir seorang pria yang:
tidak jadi kejam,
tidak jadi penyerah,
justru jadi setia dan bertanggung jawab.

.png)
