Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates

Iklan

Kebebasan Pers atau Kebebasan Ngawur?

Pilar ke 4
Jumat, 27 Desember 2024
Last Updated 2024-12-27T11:38:50Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini
Ket foto : Ilustrasi penulis berita.

1DETIK INFO Batam – Pers itu ibarat pisau bermata dua. Kalau digunakan dengan benar, dia bisa menjadi alat membedah kebenaran. Tapi kalau disalahgunakan, bisa melukai banyak orang, termasuk martabat profesi itu sendiri. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memberikan kebebasan penuh kepada para jurnalis untuk berkarya, tapi kebebasan itu bukan berarti bebas bertindak sesuka hati. Sayangnya, masih ada saja oknum yang menjadikan kebebasan ini alasan untuk menabrak kode etik. Batam (27/12/2024).

Kode Etik Jurnalistik adalah rambu-rambu moral yang harus dipegang teguh oleh jurnalis. Tapi apa yang terjadi? Masih banyak yang nekat menerobosnya, seolah-olah kode etik itu cuma coretan iseng di atas kertas. Ada yang sengaja mengabaikan fakta, mengarang-ngarang cerita, atau bahkan menyiarkan berita yang belum diverifikasi. Parahnya lagi, ada yang terang-terangan menjual berita untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Kalau kita bicara soal berita palsu, kadang sulit membedakan apakah itu karya jurnalistik atau cerita ngelantur dari warung kopi. Padahal, UU Pers Pasal 7 ayat (2) sudah jelas-jelas mewajibkan jurnalis menaati kode etik. Tapi bagi oknum yang hobi melanggar, aturan itu mungkin dianggap angin lalu.

“Pers itu harus jadi cermin kejujuran, bukan jadi kaca bengkok yang memutarbalikkan fakta,” ujar Novel seorang yang memiliki hobby membaca berita.

Namun, kenyataan di lapangan sering kali berkata lain. Beberapa media di kota Batam pernah dilaporkan karena memberitakan sesuatu tanpa cek dan ricek, tanpa memberikan ruang bagi pihak yang diberitakan untuk memberikan klarifikasi. Hasilnya? Nama baik orang tercoreng, sementara media itu hanya minta maaf sekenanya, seolah-olah masalah selesai begitu saja.

Pers itu ibarat air jernih yang mengalir ke masyarakat. Tapi kalau airnya dicampur racun kepentingan, yang ada hanya keracunan informasi. Banyak yang pura-pura jadi pahlawan informasi, padahal hanya boneka yang digerakkan oleh uang atau kekuasaan. Apakah ini yang disebut kebebasan pers? Kebebasan mengkhianati kepercayaan publik, mungkin lebih tepatnya.

“Jurnalis sejati itu harus berani melawan tekanan, bukan malah jadi alat kepentingan,” tegas Novel.

Bagi jurnalis yang masih waras, mematuhi Kode Etik Jurnalistik bukan hanya kewajiban, tapi juga kehormatan. Tidak menyebarkan berita bohong, tidak mencampur fakta dengan opini, dan selalu menjaga keberimbangan adalah harga mati. Jurnalis yang melanggar kode etik sama saja seperti pilot yang mabuk: mereka tidak hanya membahayakan diri sendiri, tapi juga orang lain.

Bagi oknum yang hobi bikin berita tanpa verifikasi, ini saatnya bercermin. Jangan sampai nama pers yang mulia berubah jadi bahan olokan hanya karena segelintir orang. Karena sejatinya, pers adalah pilar demokrasi, bukan panggung untuk dagelan.

Mari kita kembalikan marwah jurnalistik ke jalurnya. Jangan biarkan kebebasan pers ternodai oleh perilaku yang memalukan. Kalau pers itu cermin masyarakat, pastikan cerminnya bersih, bukan penuh noda dan retakan.

(P.G)
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Iklan